Monday, December 31, 2007

30Jun05: Ground Effect & Kecelakaan Senna

Saya juga nonton tayangan Discovery itu. Yang saya ingat, si Discovery justru mematahkan theory tentang “broken steering column” dengan mengatakan bahwa perubahan posisi steering wheel yang terlihat di monitor cukup kecil dan itu hanya disebabkan oleh getaran batang stir biasa.

Di akhir tayangan (IMHO) si Discovey sampai pada kesimpulan bahwa ground effect lah penyebab kecelakaan. Ground effect membuat mobil makin rendah ke permukaan aspal dan makin rendahnya mobil membuat ground effect makin besar, dst. Jadi 2 peristiwa ini saling menguatkan satu sama lain sampai akhirnya dasar mobil touch the track. Saat dasar mobil menyentuh aspal ground effect akan hilang tiba2 dan mobil akan “terpental” ke atas karena gaya reaksi aspal dan hilangnya ground-efect tadi. Tentu yang dimaksud terpental di sini tidak sampai membuat mobil terbang tapi cukup untuk membuang sebagian besar grip yang diperlukan Senna untuk mengerem & menikung. Itulah sebabnya Senna gagal ngerem & nikung di Tamburello.

Dan steering-column patah karena kecelakaan itu, bukan sebaliknya (itu kesimpulan Discovery, CMIIW)

Well, itu tadi memang kesimpulan tayangan Discovery. Bener/tidaknya saya ga tahu but for me it sounds very logical. Yang jelas setelah tragedy Senna, FIA mengurangi ground effect secara significant dan (alhamdulillah) tidak ada kecelakaan sefatal Senna lagi…. Naudzubillah….


Salam ground effect,
Roy



-----Original Message-----
From: Iwan Agriawan

Mungkin juga ya kang Sepion... ada berbagai versi penyebab, bahkan ada yang mengaitkan dengan pertengkarannya dengan EI (somewhere in the web, very funny). Tapi yang kita tahu pengadilan Italia telah memutuskan Williams (FW, PH dan AN) tidak bersalah dalam kasus tersebut, yang artinya pendapat DH tentang no technical problems cukup akurat, yang artinya teori tentang batang setir yang disengaja oleh tim terlalu kecil (dan oleh karenanya tidak cukup kuat, seperti yang dituduhkan) juga tak terbukti. Kemungkinan fatique mungkin juga, tapi karena kita tahu perangkat dalam mobil F1 adalah choosen one and of course well-tested, berarti kemungkinannya cukup kecil. Tapi yang jelas, dengan ketinggalan 20 point dan "diburu" MS, kemungkinan berbuat salah sangat mungkin, as DH said "Why not? He makes many mistakes in his career".

Sebenarnya, yang saya gak tahu adalah motivasi Damon Hill mengeluarkan pernyataan itu pas 10 tahun meninggalnya Senna. Padahal 'habitat'nya, mestinya dia kan termasuk dalam kelompok pro senna dan anti MS (lho kok kembali ke sini lagi sih..! hehehe...). As a journalist, mestinya motivasinya adalah truth - for the good of the sport.


I W A N B E S A R
===============
agriawan.tripod.com


----- Original Message -----
From: rearviewmirror
To: F1Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, June 30, 2005 9:23 AM
Subject: Re: [F1Indonesia] About Senna Death

tentang steering column failure theory... saya pernah nonton di Discovery...
salah satu yang mendukung teori tersebut adalah gambar dari kamera dibelakang pembalap.

Di situ terlihat, sebelum keluar trek, terlihat perubahan posisi steering wheel dari posisi seharusnya. Yang paling jelas sebagai referensi bahwa memang ada perubahan posisi steering wheel adalah satu titik di steering wheel tersebut.

Hill rejected the suggestion, saying the car had power-steering but he had driven the whole race with his turned off as a precaution after Senna's crash.

Power steering kan hanya untuk membantu.... tetap saja ada mechanical linkage antara steering wheel ke front wheel. Kecuali kalau 'drive by wire'..... bisa gak ada mechanical linkage. (Yang ini mbah CKK, mas Roy, dan pakar2 otomotif lainnya mungkin bisa memberi pencerahan yang lebih baik).

"In fact, the column could easily withstand the considerably increased loading for the whole race distance," he said.

Mungkin untuk static load bisa tahan. Bagaimana dengan fatigue load? Kalau kena fatigue load, satu part bisa fail dengan load yang jauh dibawah maximum load yang bisa ditanggung oleh material. Steering column itu sudah berapa lama dipakai? Atau mungkin steering column diganti setiap balapan? Atau karena dikatakan modified column jadi baru? Tetap saja ada failure possibility.... manufacturing/machining flaw misalnya.

"It is inconceivable to me that Ayrton's column could have broken with the power steering working normally, which I believe it was from the data subsequently retrieved from his car."

Pernah baca... kalau 'onboard data'-nya 'dirusak'... sehingga gak bisa dibaca. Kalau dari telemetri gak tau...

tapi kayaknya bukan, soalnya bilangnya di-retrieved. Lagipula power steering normal tapi column sudah fail...... what he can do?. Pernah baca juga... kalau saat itu AS langsung ngerem abis dengan perlambatan sekitar 3.75G.

Kesimpulannya.... saya masih percaya sama steering column failure theory. On that day.... it was not Senna that cracked..... it was his steering column.

sepion

20Jun05: DragF & DownF at Indianapolis

Dear Anto, thanks atas pertanyaannya…..

Untuk menjawab pertanyaan anda, perlu given-datas beberapa hal yang saya ga tau pasti. Tapi kita asumsikan saja yaa….

Drag Coefficient diasumsikan = 1 (seperti yang diinfokan Bung Sepion). Saya percaya data ini sebab Bung Sepion ini ternyata adalah Aeronautics Engineer… pasti dragforce dkk dah makanan se-hari?, bukan begitu Bung Sepion…. J
Saya sendiri pernah baca darg coeff. Mobil F1 emang sekitar 1 s.d 1.2 (tergantung settingan sayapnya)

Kerapatan udara = 1.16 kg/m3. Ini density udara untuk temperatur 150C, kita pakai yang ini saja.

Kecepatan di tikungan itu ~ 300 km/j (betul ga kira2 ?)

Down-force Coeff ~ 1.2 (asumsi : low downforce).

Dari data2 asumsi di atas, saya dapat:

Dragfoce ~ 822 kg
Down force ~ 1233 kg atau hampir 2 kali berat total mobil

Salam F1,
Roy

-----Original Message-----
From: gp030919 herc
Sent: Monday, June 20, 2005 2:53 AM
To: F1 Indonesia
Subject: [F1Indonesia] pertanyaan untuk Kang Roy

Akang Roy yth,

Saya mau bertanya sedikit (karena anda temasuk salah satu pakar teknis milis ini), kira-kira berapa drag force dan down force yang mungkin terjadi di tikungan 13 Indianapolis, sehingga Michelin tidak mau menjamin resiko safety apabila chicane tidak dipasang untuk penurunan speed ?

Trims atas jawabannya.

Salam F1,
Anto

17Jun05: Mobil F1 vs MotoGP 02

Perbedaan kondisi mobil F1 dan motoGP saat menikung.



· Mobil F1 melawan Lateral G-force dengan grip yang dimiliki keempat bannya. Dengan keempat ban yang lebar2 seperti itu, maka lateral G-force yang dapat ditahan bisa hampir mencapai 4g!

· MotoGP melawan lateral G-force yang dialaminya dengan gravitasi motor + pembalapnya dengan cara memiringkan motornya. Makin besar lateral G-force, pembalap juga harus memiringkan motornya lebih besar. Karena usaha memiringkan motor itu ada batasnya (yaitu aspal… J) maka lateral G-force yang dapat dilawan juga terbatas. Dan karena lateral G-force itu fungsi dari kuadrat kecepatan, maka makin kecil lateral G-force yang dapat ditahan, kecepatan juga harus lebih kecil (dengan faktor yang kuadratis).



Itu lah mengapa motoGP jauh lebih lambat di tikungan dibanding mobil F1.



Salam F1,

Roy

15Jun05: Mobil F1 vs MotoGP

Akselerasi motoGP itu lebih lelet dari mobil F1 hanya di kecepatan rendah. Pada kecepatan tinggi akselerasi motoGP jauh lebih tinggi daripada mobil F1, mengapa? Jawabannya karena dragforce alias hambatan angin. Mobil F1 punya dragforce yang tinggi (karena ada sayapnya) dan ingat… dragforce berbanding lurus dengan kuadrat kecepatan…. Then karena itulah top speed motoGP relatif lebih tinggi daripada mobil F1.

However, laptime mobil F1 bisa lebih cepat karena mobil F1 jauh lebih cepat di tikungan.



Salam motoGP,

Roy



-----Original Message-----
From: F1Indonesia@yahoogroups.com [mailto:F1Indonesia@yahoogroups.com] On Behalf Of Iwan Aditiarsa


yup, bung roy betul, secara logika top speednya jadi berkurang karena
panjang sirkuit gak berubah.
Nah yang bikin gua bingung, kenapa MotoGP akselerasinya lelet tapi top
speednya malah lebih tinggi dari F1.
Catatan waktu di sirkuit Montmelo:
MotoGP 1 menit 40an
F1 bisa 1 menit 15an

e1

Sunday, December 30, 2007

15 June 2005: Pneumatic Valve 02

Floatingnya valve itu bukan hanya karena kekerasan pegas yang terbatas saja, tetapi juga fungsi dari massa pegas dan valve itu sendiri. Agar valve mampu bergerak cepat, dibutuhkan natural-frequency system (system = pegas+valve) yang tinggi. N/F sendiri adalah fungsi dari akar kekakuan pegas dibagi massa system. Jadi agar valve mampu bergerak cepat, buth pegas yang kaku tetapi ringan dan valve yang juga ringan (namun tentu saja kuat terhadap tekanan dan temperatur tinggi).



Saat pneumatic valve belum dipake…. Bottle neck peningkatan rpm ada di valve ini. Material yang punya N/F paling bagus saat itu (titanium) hanya mampu membuat engine berputar sekitar 15rb rpm. So, pneumatic valve menjawab keterbatasan itu. Sebab pegas konvensional dianti dengan pegas dengan tekanan gas yang tentu punya massa yang amat ringan dan kekakuan yang bisa dibuat amat tinggi dengan menaikkan tekanannya.



Salam F1,

Roy



-----Original Message-----
From: F1Indonesia@yahoogroups.com [mailto:F1Indonesia@yahoogroups.com] On Behalf Of Chairil Kartakusuma
Sent: Wednesday, June 15, 2005 12:09 AM
To: F1Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [F1Indonesia] 2400 cc Engine, 8 cylinders





On 6/14/05, Roy Daroyni wrote:

[deleted]……

Alasan pake pneumatic Valve sebenernya untuk pertama, mengurangi moving parts dan berat dari camshaft, kedua, menghilangkan gejala 'Valve float' alias klep ngambang di RPM tinggi akibat keterbatasan 'kekerasan' per klep (valve spring). Kalo gak, kudu sekeras apa itu per klep, kayak batu kali :-P




CKK

14 June 2005: Pneumatic Valve

Menurut saya pneumatic-valve tidak akan diganti. Sebab bottle-neck peningkatan rpm saat ini bukan di valve melainkan di item-item yang sudah saya sebutkan di email sebelumnya.

Direct Injection saya pikir tidak akan digunakan di engine F1. Sebab teknologi itu justru kontra produktif dengan usaha meningkatkan rpm. Jika bahan bakar diinjeksikan langsung ke dalam silinder, maka (dengan rpm setinggi itu) bahan bakar tidak akan punya waktu yang cukup untuk bercampur dengan udara… akibatnya adalah misfiring alias sebagian bahan bakar akan tidak terbakar.

Saat ini, dengan indirect injection pun, proses pencampuran bahan bakar dengan udara sudah menjadi item of concern karena tingginya rpm. Desain intake manifold + runner sudah dibuat sedemikian rupa sehingga udara (+ bahan bakar) yang masuk silinder punya efek swirl (berpusar) yang cukup sehingga pencampuran bb+udara bisa terjadi dengan cepat.


Salam F1,

Roy



-----Original Message-----
From: F1Indonesia@yahoogroups.com [mailto:F1Indonesia@yahoogroups.com] On Behalf Of Henry Djunaedi
Sent: Tuesday, June 14, 2005 2:00 PM
To: F1Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [F1Indonesia] 2400 cc Engine, 8 cylinders



oo.. gitu ok dehh..

berarti bakal ada pengganti pneumatic valve kali yak..

direct I/O injection mungkin? jadi bensin & udara di-inject ke dalam tanpa melalui valve, sementara gas buang, di"-inject" keluar, sehingga tidak perlu lagi ada valve.

barangkali kompresi silinder bisa berlipat ganda? jangan2 kalo bisa pun, material pistonnya ngga mampu?



Henry



ps: btw, gpp kan ngebahas ginian panjang2?

----- Original Message -----
From: Roy Daroyni
To: F1Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, June 14, 2005 13:20
Subject: RE: [F1Indonesia] 2400 cc Engine, 8 cylinders

RPM motor biasanya lebih tinggi daripada rpm mobil itu karena piston engine motor lebih ringan dan langkahnya juga (biasanya) lebih pendek.

RPM 19ribu seperti sekarang itu tidak terbayangkan sebelumnya? Itu benar karena saat itu orang belum berpikir soal pneumatic valve. Tanpa pneumatic valve rpm engine mentok di angka 15rb rpm, karena pada putaran itu saja pegas konvensional harus bergerak sebanyak 125 kali dalam 1 detik (ini gue copy/paste dari tulisan gue di majalah.. hehe). So, membandingkan rpm motoGP dengan rpm engine F1 tidaklah relevant karena engine F1 pake pneumatic-valve sedangkan engine motor tidak.


Btw, tulisan saya di bawah bukan jusgement bahwa pengingkatan rpm adalah tidak mungkin (atau mungkin), tetapi saya hanya menunjukkan contraint2 yang ada. RPM tentu saja bisa ditingkatkan jika ada teknologi yang bisa mengatasi contrain-constraint itu.


Salam F1,
Roy

14 June 2005: Quis Mekanika - Titik Berat Mobil F1

Jawaban temen2 udah banyak yang betul (Mas Zein, Oom Minardian, & Oom Ryan Lubis). Memang itu tujuannya, agar COG tidak bergeser dengan berubahnya jumlah bahan bakar dalam tangki. Mobil F1 yang ringan akan membuat beban bahan bakar terasa significant. Trend sekarang pengisian bahan bakar adalah sekitar 50 lt/pitstop dan itu sudah berarti ada perubahan berat lebih dari 35kg, sangat significant bagi mobil yang hanya berbobot 600 kg (total dengan pembalapnya). Dan makin jauh posisi tanki terhadap COG mobil (saat kosong), makin besar pula pergeseran COG saat jumlah bahan bakar berubah.



Kalo secara vertikal, jelas makin rendah COG akan makin baik. COG yang tinggi akan meningkatkan efek rolling saat menikung dan membuat perubahan distribusi berat (depan – belakang) meningkat saat mobil di-rem / akselerasi.



Salam F1,

Roy



-----Original Message-----
From: F1Indonesia@yahoogroups.com [mailto:F1Indonesia@yahoogroups.com] On Behalf Of Henry Djunaedi
Sent: Tuesday, June 14, 2005 10:09 AM
To: F1Indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [F1Indonesia] Quis Mekanika - Titik Berat Mobil F1



stability kali.. ?? mungkin kalo di tengah, ngatur oversteer/understeer nya lebih gampang... ??

yang saya masih kepikiran justru sebenarnya, posisi cog secara vertikal, apa bener makin rendah cog, makin bagus?





----- Original Message -----

From: Roy Daroyni
To: F1Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, June 14, 2005 9:38
Subject: [F1Indonesia] Quis Mekanika - Titik Berat Mobil F1

Dah lama ga ada kuis mekanika….. nih baru dapet ilham, pertanyaan gampang aja.

Posisi titik berat mobil F1 (Center of Grafity / COG) biasanya diusahakan untuk dibuat di tengah (walaupun kalo dibuat sedikit ke belakang juga ada keuntungannya). Nah, karena alasan itulah semua mobil F1 punya tangki bahan bakar yang terletak di tengah mobil (di antara pembalap dan engine). Artinya, setiap perancang mobil selalu berusaha memposisikan tangki bahan bakarnya tepat (atau sedekat mungkin) di titik COG.



Pertanyaanya, apa keuntungan yang didapat jika posisi tangki bahan bakar tepat di titik COG?



Salam quiz,
Roy

14 June 2005: 2400 cc Engine, 8 cylinder

Oom Boykhe, makasih pertanyaannya.

Sebelum menjawab saya perlu ingatkan dulu bahwa POWER = TORSI x RPM. Torsi adalah fungsi dari volume silinder. Jadi 2400 cc pasti punya torsi lebih kecil daripada torsi nya 3000 cc engine. So, emang putaran (rpm) yang masih bisa “diutak-atik” untuk meningkatkan power.



Apakah 2400 cc bisa punya rpm sama dengan 3000 cc?? Ini agak kompleks. Then kita lihat dari banyak aspek:



1. Rugi gesekan

Boss Raswan benar, 2400 cc dengan 8 silinder punya jumlah silinder lebih sedikit so gesekan lebih sedikit. So ini point yang menguntungkan bagi peningkatan rpm

2. Panjang langkah stroke

Kebetulan volume langkah piston di tiap silinder tetap tidak berubah. Sebab 3000cc/10-silinder = 300cc/silinder, ini sama dengan 2400/8=300 juga. So, jika faktor oversquare (perbandingan diameter piston dibagi panjang langkahnya) dibuat sama, maka kemampuan berputar engine relatif sama (dalam point of view langkah stroke ini). Faktor panjang langkah stroke ini merupakan hal yang penting bagi kemampuan engine untuk berputar cepat. Kebetulan artikel saya di F1 Racing bulan ini juga membahas tentang hal ini, bisa dibaca-baca kalo punya.

3. Modus getar

Tiap konfigurasi engine itu punya modus getar masing-masing. V6 dan V12 punya modus getar yang paling baik sehingga produce less vibration. Saya tidak punya data perbandingan V10 dengan V8, saya kira Mbah CKK is really good on this.



Di luar 3 faktor di atas, ada beberapa hal yang menjadi pertanyaan, apakah 19rb rpm masih bisa ditingkatkan. Batasan2nya adalah:



1. Kemampuan moving parts untuk bergerak lebih cepat.

Tiap benda itu punya kelembaman yang menghambat dia untuk bergerak cepat bolak-balik, Kelembaman ini berbanding terbalik dengan massa benda (contohnya: kita tentu lebih mudah menggunakan buku yang tipis sebagai kipas dibanding buku tebal dan berat). Piston engine F1 itu sudah dibuat amat ringan tapi toh juga masih punya kelembaman. Saat engine berputar 19rb rpm, kecepatan gerak piston bisa mencapai hampir 100km/j. So, ini juga hambatan bagi peningkatan rpm

2. Massa inersia yang harus ditanggung komponen pendukung moving parts

Bergerak bolak balik itu artinya ada perubahan kecepatan (baik arah maupun lajunya). Perubahan kecepatan berarti percepatan. Jika ada percepatan berarti ada gaya. Percepatan yang dilakukan piston pada 19rb rpm bisa mencapai 3000 g! Artinya batang poros engkol yang men-support piston bisa menanggung beban 3000 kali berat piston. So ini juga merupakan batasan bagi peningkatan rpm.



So, pointnya adalah, peningkatan rpm adalah hal yang belum pasti sampai sekarang. Harus dilakukan uji coba, riset material, dll. Belum lagi batasan dari sisi bahan bakar & flame speed di ruang bakar. Sebab kecepatan rambat nyala api di ruang bakar kan juga ada batasannya.



Well, ini sebetulnya topik menarik untuk dibahas. Tapi kalo terlalu panjang ntar jadi ga menarik dan diprotes ama Mbah CKK (hehehe). Btw, ada beberapa hal lain yang mungkin bisa dibaca di artikel saya F1 Racing bulan ini.



Salam F1,
Roy







On 6/14/05, Boykhe Kurniawan wrote:

Nah ada mas roy, jadi inget mao nanya.

Taun depan kan regulasi akan berubah, yaitu kapasitas mesin turun dari 3000 cc jadi 2400 cc, 10 silender jadi 8 silender.

Trus kalo gitu, apa rpm 19000 bisa dipertahanin dng kapasitas mesin yg demikian.



Lagain kenapa sih kudu berubah gitu. kalo alasan biar kagak bisa terlalu cepat karena membahayakan pembalap, kayaknya kok naif banget. ini kan balapan adu cepat. sedangkan pembalap yg duduk di kokpit pasti kan udah tau resikonya. kudunya safety-nya yg dikembangkan, bukan mesinnya yg dibikin kendor.



Jadi pertanyaannya:

Ada alasan lain kenapa regulasi mesin kudu berubah sedemikian itu.

Thanks.



-belajarbertanyasamapakar-

13 June 2005: BAR, Jagoan Ngakali Regulasi

Keputusan BAR untuk memberangkatkan kembali Sato walau sudah tertinggal 24 lap dari pimpinan lomba sungguh menarik. Ini semakin menguatkan pendapat bahwa BAR adalah team yang paling “pinter” ngakali regulasi di musim ini. Mulai dari strategi “memilih” untuk gak finish di Aussie (agar bisa pake new engines di Sepang), lalu tangki bahan bakar “rahasia” di dekat boost-pump yang berbuntut hukuman parkir di 2 races, sampai strategi unik untuk Sato di Canada pagi ini. Lepas dari soal sukses/tidaknya dan legal/illegalnya semua strategi itu, namun saya salut dengan tim ini. Trick2 mereka sungguh original dan (bisa saja) tidak terpikir oleh tim lain. Dan karena semua tricks itu risky (karena punya kemungkinan dihukum FIA), so BAR telah berani mengambil resiko. Mereka menunjukkan secara langsung pada masyarakat F1 di mana bolong-bolongnya regulasi F1 saat ini.



So seperti kata Peter Windsor, mengakali regulasi itu hukumnya “fardlu kiffayah”. Wajib selama belum ada yang melakukannya. So, semua tim (dan juga FIA) saya kira wajib berterimakasih pada tim BAR.



BAR adalah tim bagus (at least punya potensi menang di beberapa races), dan karena mereka telah dalam posisi “nothing to lose”, saya kira mereka akan kembali mengagetkan kita dengan trick-trick gila nya di GP-GP mendatang…. Semoga!



Salam F1,
Roy



-----Original Message-----
From: F1Indonesia@yahoogroups.com [mailto:F1Indonesia@yahoogroups.com] On Behalf Of Arief Kurniawan
Sent: Monday, June 13, 2005 7:45 AM
To: F1Indonesia@yahoogroups.com; bolaml@yahoogroups.com
Subject: [F1Indonesia] Post-Montreal: the souvenir, black flag!



[deleted]………..



Lap 47 Sato yg udah retire di lap 22 dipaksa ikut race lagi. Tujuannya, antisipasi mencari posisi lumayan utk kualifikasi Indianapolis. Bagian belakang mobilnya (diffuser, sayap belakang, sampai girboks) rusak gara-gara ditabrak.



…[deleted]